Pengertian Ahlus Sunnah Wal Jama'ah (ASWAJA)
Pada saat sekarang ternyata masih ada orang yang belum faham apa itu
ahlus sunnah wal jama'ah (ASWAJA) dan bagaimana ahlus sunnah wal jama'ah
(ASWAJA).
Kalau membahas secara mendetail apa dan bagaimana itu Ahlus Sunnah Wal
Jama'ah (ASWAJA) memang sangat panjang dan untuk menulisnya membutuhkan
banyak waktu,karna itu saya mencoba mencari tulisan mengenai Ahlus
Sunnah Wal Jama'ah di beberapa Situs Blogger Ahlus Sunnah Wal Jama'ah
dan akhirnya saya menemukannya.
Pengertian Ahlus Sunnah Wal Jama'ah (ASWAJA)
Bisa difahami bahwa definisi Ahlussunnah wa Al jamaah ada dua bagian yaitu: definisi secara umum dan definisi secara khusus .
* Definisi Aswaja Secara umum adalah : satu kelompok atau golongan yang
senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW. Dan Thoriqoh para
shabatnya dalam hal aqidah, amaliyah fisik ( fiqih) dan hakikat (
Tasawwuf dan Akhlaq ) .
* Sedangkan definisi Aswaja secara khusus adalah : Golongan yang
mempunyai I’tikad / keyakinan yang searah dengan keyakinan jamaah
Asya’iroh dan Maturidiyah.
Pada hakikatnya definisi Aswaja yang secara khusus bukan lain adalah
merupakan juz dari definisi yang secara umum, karena pengertian
Asya’iroh dan Ahlussunnah adalah golongan yang komitmen berpegang teguh
pada ajaran Rasul dan para sahabat dalam hal aqidah. namun penamaan
golongan Asya’iroh dengan nama Ahli sunnah Wa Al Jamaah hanyalah skedar
memberikan nama juz dengan menggunakan namanya kulli.
Syaih Al Baghdadi dalam kitabnya Al Farqu bainal Firoq mengatakan : pada
zaman sekarang kita tidak menemukan satu golongan yang komitmen
terhadap ajaran Nabi dan sahabat kecuali golongan Ahlussunnah wal
jamaah. Bukan dari golongan Rafidah, khowarij, jahmiyah, najariyah,
musbihah,ghulat,khululiyah, Wahabiyah dan yang lainnya. Beliau juga
meyebutkan; bahwa elemen Alussunnah waljamaah terdiri dari para Imam
ahli fiqih, Ulama’ Hadits, Tafsir, para zuhud sufiyah, ulama’ lughat dan
ulama’-ulama’ lain yang berpegang teguh paa aqidah Ahli sunnah wal
jamaah.
secara ringkas bisa disimpulkan bahwa Ahlu sunnah wal jamaah adalah
semua orang yang berjalan dan selalu menetapkan ajaran Rasulullah SAW
dan para sahabat sebagai pijakan hukum baik dalam masalah aqidah,
syari’ah dan tasawwuf.
II. Pengertian Sunnah dan ajaran-ajarannya
Kalimat Sunnah secara etimologi adalah Thoriqoh ( jalan ) meskipun tidak
mendapatkan ridlo. Sedangan pengertian Sunnah secara terminlogi yaitu
nama suatu jalan yang mendapakan ridlo yang telah ditempuh oleh
Rasulullah SAW, para khulafa’ al Rosyidin dan Salaf Al Sholihin. Seperti
yang telah disabdakan oleh Nabi :
عَلَيكُمْ بِسُنَّتيِ وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ مِنْ بَعْدِي
Ikutilah tindakanku dan tindakan para khlafaurrosyidin setelah wafatku.
Sedangkan pengertian kalimat Jamaah adalah golongan dari orang-orang
yang mempunyai keagungan dalam Islam dari kalangan para Sahabat, Tabi’in
dan Atba’ Attabi’in dan segenap ulama’ salaf As solihin.
Setiap ajaran yang berdasarkan pada Usul Al syari’ah dan Fur’nya dan
pernah dikerjakan oleh para nabi dan Sahabat sudah barang tentu
merupakan ajaran yang sesuai dengan aqidah ahli sunnah wa aal jamaah
seperti : Shalat Tarawih, witir, baca shalawat, ziarah kubur, mendo’akan
orang yang sudah mati dll.
III. Definisi Bid’ah
Bid’ah dalam ma’na terminologi ( Syara’) menurut syaih Zaruq dalam
kitabnya Iddah Al Marid yaitu semua perkara baru dalam agama yang
menyerupai salah satu dari bentuk ajaran agama namun sebenarnya bukan
termasuk dari bagian agama, baik dilihat dari sisi bentuknya maupun dari
sisi hakikatnya. Dan pekara tersebut berkesan seolah-olah bagian dari
jaran Islam seperti : membaca ayat-ayat Al-Qur’an dan Shalat dengan
diiringi alat-alat musik yang diharamkan, keyakinan kaum mu’tazilah,
Qodariyah, Syi’ah, termasuk pula paham-paham liberal yang marak
akhir-akhir ini. Karena berdasarkan pada Ayat Al-Qur’an :
" وَمَا كَانَ صَلاَتُهُمْ عِنْدَ البَيْتِ الاَّ مُكاَءً وَتَصْدِيَةً " الانفال 35
Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan
dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu. QS:
Al Anfal 35
Dan Hadits Nabi yang berbunyi:
عن أم المؤمنين أم عبد الله عائشة رضي
الله عنها قالت : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :" مَنْ أَحْدَثَ فِي
أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ".
Dari A’isyah RA. Rasulullah bersabda : barang siapa menciptakan hal baru
dalam urusanku yang bukan termasuk dari golongan urusanku maka akan
tertolak.
HR. Bukhari dan Muslim
Kalimat أحدث dalam Hadits diatas mengandung pengertian menciptakan dan
membuat-buat suatu perkara yang didasari dari hawa nafsu. Sedangkan
kalimat أمرنا mengandung suatu pengertian agama dan Syari’at yang telah
di Ridlohi oleh Allah SWT.
Rasulullah juga bersabda dalam sebuah Hadits :
وروى مسلم في صحيحه أن رسول الله صلى الله
عليه وسلم كان يقول في خُطبَتِهِ : " خَيرُ الحَدِيثِ كِتَابُ اللهِ,
وَخَيرُ الهَدىِ هُدَى مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم, وَشَرُّ الأُمُورِ
مُحْدَثَاتُهَا, وَكُلُّ مُحْدَثةٍ بِدعَةٌ, وَكُلُّ بِدعَةٍ ضَلَالَةٌ"
ورواه البيهقي وفيه زيادة " وكل ضلالة في النار"
Rosululloh bersabda: “ paling bagusnya Hadits adalah Kitabnya Allah, dan
paling bagusnya petunjuk adalah petunjuk Rasulullah SAW, dan paling
jeleknya perkara adalah semua perkara yang baru, dan setiap perkara yang
baru adalah bid’ah, dan semua bid’ah itu sesat”. HR. Muslim dan juga
diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dengan tambahan kalimat “ setiap perkara
sesat menempat dineraka” .
Dari adanya dua Hadits diatas para ulama’ menjelaskan bahwa secara
prinsip, bid’ah adalah berubahnya Suatu hukum yang disebabkan karena
meyakini suatu perkara yang bukan merupakan bagian dari agama sebagai
salah satu bagian dari agama, bukan berarti setiap perkara baru lantas
dikategorikan bid’ah, karena banyak hal baru yang sesuai dengan Usul Al
Syar’ah dan tidak dikategorikan bid’ah, atau hal-hal baru yang sesuai
dengan Furu’ Al Syari’ah yang masih mungkin di tempuh dengan jalan
Analogi atau qiyas sehingga tidak termasuk kategori Bid’ah . berarti
tidak semua ritual yang baru serta-merta dikategorikan sebagai perbuatan
bid’ah seperti ritual tahlil tujuh hari,40 hari dan seratus hari dari
kematian mayat, ziarah kubur, tawassul, mendoakan orang mati dll.
Imam Muhmmad Waliyuddin As Syabsiri dalam Syarah Arba’n Nawawi mengupas pengertian Hadits Nabi yang berbunyai :
مَنْ أَحدَثَ حَدَثًا اَوْ آوَى مُحدثًا فَعَليهِ لَعْنَةُ اللهِ
Barang siapa menciptakan perkara baru atau melindungi pencipta perkara baru mak dia berhak mendapatkan laknat Allah.
Hadits tersebut diatas memasukkan berbagai bentuk bentuk bid’ah seper
Aqad fasid, memberi hukum tanpa Ilmu, penyelewengan dan semua hal yang
tidak sesuai dengan syari’at. Namun apabila perkara baru itu masih
sesuai dengan qonun syari’at maka tidak termasuk kategori bid’ah seperti
menulis mushaf, meluruskan madzhab, menulis ilmu nahwu ,Khisab dll.
Syaih Izzuddin ibni Abdis Salam menggolongkan perkara baru ( Bid’ah ) menjadi lima hukum yaitu :
1. Bid’ah wajib seperti : mempelajari ilmu nawu, dan lafad-lafad yang
ghorib dalam Al-Qur’an dn Hadits dan semua disiplin ilmu yang menjadi
perantara untuk memahami syari’at.
2. Bid’ah Haram seperti : Faham Madzhab Qodariah, Jabariah dan Mujassimah.
3. Bid’ah Sunnah Seperti : Mendirikan Pondok, Madrasah dan semua perbuatan baik yang tidak pernah ditemukan pada masa dahulu.
4. Bid’ah Makruh Seperti : Menghias MAsjid dan Al-Qur’an.
5. Bid’ah Mubah seperti : Mushofahah (Jabat tangan) setelah Shalat Subuh dan Ashar dll.
IV. Kriteria penggolongan Bid’ah
Dalam menggolongkan perkara baru yang menimbulkan konsekwensi hukum yang
berbeda-beda, Ulama’ telah membuat tiga kriteria dalam persoalan ini .
1. Jika perbuatan itu mempunyai dasar yang kuat berupa dalil-dalil
syar’i, baik parsial ( juz’i ) atau umum, maka bukan tergolong bid’ah,
dan jika tidak ada dalil yang dibuat sandaran, maka itulah bid’ah yang
dilarang.
2. Memperhatikan apa yang menjadi ajaran ulama’ salaf ( Ulama’ pada abad
I,II dan III H , jika sudah diajarkan oleh mereka, atau memiliki
landasan yang kuat dari ajaran kaidah yang mereka buat, maka perbuatan
itu bukan tergolong Bid’ah.
3. Dengan jalan Qiyas. Yakni mengukur perbuatan tersebut dengan beberapa
amaliah yang telah ada hukumnya dari Nash Al-Qur’an dan Hadits. Apabila
identik dengan perbuatan haram, maka perbuatan baru itu tergolong
Bid’ah yang diharamkan. Apabila memiliki kemiripan dengan yang wajib,
maka tergolong perbuatan baru yang wajib. Dan begitu seterusnya.
V. Hal-hal baru yang tidak tergolong Bid’ah
Dari pengertian Bid’ah diatas, memberikan suatu natijah atau kesimpulan
bahwa ada sebagian amal Bid’ah yang sesuai dengan syari’at dan justru
ada yang hukumnya sunnat dan fardlu kifayah. Oleh sebab itu Imam Syafi’i
berkata :
" ما أَحْدَثَ وَخَالَفَ كِتَابًا اَو
سُنَّةً او إِجمَاعًا او أثرًا فهو البِدْعَةُ الضَّالَّةُ, وَمَا أحْدَثَ
مِنَ الخَيرِ وَلَمْ يُخَالِفْ شَيئًا من ذلك فَهُوَ البِدْعَةُ
المَحْمُودَةُ "
“ Perkara baru yang tidak sesuai dengan Kitab Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’
dan Atsar sahabat termasuk bid’ah yang sesat, dan perkara baru yang
bagus dan tidak bertentangan dengan pedoman-pedoman tersebut maka
termasuk Bid’ah yang terpuji “
1. Ziarah kubur.
Tidak diragukan sama sekali, bahwa hukum berziarah ke makam kerabat atau
auliya’ adalah sunnah, dan hal ini telah disepakati oleh semua ulama’.
Terdapat banyak Hadits yang menjelaskan kesunnahan ziarah kubur,
diantaranya adalah :
عن بريدة قال رسول الله صلى الله عليه
وسلم " قَدْ كُنْتُ نَهَيتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ القُبُورِ فَقَدْ أُذِنَ
لِمُحَمدٍ فيِ زِيَارةِ قَبرِ أُمِّهِ فَزُورُهَا فإنَّهَا تُذَكِّرُ
الآخرةَ. رواه الترمذي
“ dari Buraidah. Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda “ saya pernah
melarang kamu berziarah kubur, tetapi sekarang Muhammad telah diberi
izin untuk berziarah kemakam ibunya. Maka sekarang berziarahlah ! karena
perbuatan itu dapat mengingatkan kamu pada akhirat. HR. Al Thirmidzi
Ziarah kubur juga sunnah mu'akkad dilakukan di makam Rasulullah SAW dan
juga makam para nabi yang lain, bahkan ada sebagian ulama' yang
mewajibkan ziarah kubur kemakam Rasulullah SAW bagi orang yang
mendatangi kota madinah. Namun sebaiknya ketika seseorang hendak
melakukan ziarah ke makam Rosul hendaklah niat ziarah ke masjid Nabawi
dan setelah itu baru melaksanakan ziarah ke makam Rosul dengan cara
mengucapakan kalimat " السَّلاَمُ عَلَيكَ يَا رَسُولَ الله " dengan sura
pelan dan penuh tata karma. Tersebut dalam sebuah Hadits:
مَنْ زَارَنِي بَعْدَ مَمَاتِي فَكَأَنَّمَا زَارَنِي فِي حَيَاتِي } رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ ، وَابْنُ مَاجَهْ ،}
Barang siapa berziarah padaku setelah wafatku, maka seakan akan dia berziarah padaku pada masa hidupku
مَنْ زَارَ قَبْرِي وَجَبَتْ لهُ شَفَاعَتِي عن ابن عمر رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال :"Dari
Ibnu Umar RA. Sesungguhnya Rasulullah bersabda : barang siapa berziarah
kemakamku, maka pasti akan mendapatkan Syafa'at ( pertolongan ) ku" HR.
Al Thobroni
2.Tawassul.
Kalimat Tawassul secara bahasa adalah upaya mendekatkan diri kepada
Allah SWT. Wasilah artinya adalah sesuatu yang dijadikan Allah SWT.
Sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan pintu
menuju kebutuhan yang diinginkan. Allah SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan
yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya,
supaya kamu mendapat keberuntungan.
QS: Al Maidah : 35
Dengan demikian, tawassul tidak lebih dari sekedar upaya mendekatkan
diri kepada Allah SWT, sedangkan wasilah adalah sebagai media dalam
usaha tersebut. Tujuan utamanya tidak lain adalah mendekatkan diri
kepada Allah SWT, tidak ada sedikitpun keyakinan menyekutukan Allah
SWT.( Syirik ).
Kebolehan Tawassul juga telah disebutkan oleh Nabi dalam Haditsnya :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ," تَوَسَّلُوا بِي وَبِأَهْلِ بَيتيِ الىَ اللهِ فإنَّهُ لَا يُرَدُّ مُتَوَسِّلٌ بِنَا"
" Rasulullah SAW bersabda : Bertawassullah kalian dengan aku dan dengan
para keluargaku, sesungguhnya orang yang bertawassul dengan aku tidak
akan ditolak"( HR.Ibnu Hibban )
3. Tabarruk ( Mencari Berkah )
Secara Etimologi kata berkah berarti tambah, berkembang. Selanjutnya
kata barokah digunakan dalam pengertian bertambahnya kebaikan dan
kenuliyaan. Jadi Barokah adalah rahasia dan pemberian Allah SWT yang
dengannya akan bertambah amal- amal kebaikan., mengabulkan keinginan,
menolak kejahatan dan membuka pintu menuju kebaikan dengan anugrah Allah
SWT. Dari pengertian ini barokah adalah bagian dari rahmat dan anugerah
Allah SWT. Allah SWT berfirman :
وَجَعَلَنيِ مُبَارَكًا أَيْنَمَا كُنْتَ. مريم 31
" Dan dia menjadikan aku seorang yang diberkati dimana saja aku berada " QS : maryam 31
"رَحَمْةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيكُم أَهلَ البَيتِ "هود 73
" Rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait !
Para ulama' telah banyak membicarakan hukum mengambil barokah, dan
berkesimpulan bahwa mengambil barokah dari orang , tempat atau benda
hukumnya adalah boleh dengan syarat tidak dilakukan dengan cara-cara
yang menyimpang syari'at Allah SWT.
Berikut adalah dalil-dalil kebolehan mengambil berkah :
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آَيَةَ
مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ
وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ آَلُ مُوسَى وَآَلُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ
الْمَلَائِكَةُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ
مُؤْمِنِينَ. البقرة 248
Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan
menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat
ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan
keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang
demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.QS:
Al-Baqarah 248
عن ابن جدعان: قال ثابت لأنس رضي الله عنه : أَمَسَسْتَ النبيَ صلى الله عليه وسلم قال نَعَمْ فَقَبَّلَهَا . رواه البخاري
" Dari Ibnu Jad'an, berkata Tsabit kepada Anas ra : Apakah tanganmu
pernah menyentuh Nabi SAW ? Anas menjawab : ya, maka Tsabit menciumnya
". HR. Bukhori
Diriwayatkan oleh Al Khotib dari Ali dari Maimun, berkata : aku
mendengar Imam Syafi'I berkata : " sesungguhnya aku mengambil barokah
dari Abu Khanifah dan aku mendatangi makamnya setiap hari, maka jika aku
mempunyai hajat, aku shalat dua rakaat dan mendatangi makam Abu Hanifah
lalu berdo'a meminta kepada Allah SWT. Tidak lama kemudian hajatku
terpenuhi".
Kesimpulannya, mengambil barokah dari orang-orang yang shaleh adalah
perbuatan yang terpuji. Apa yang dilakukan oleh para sahabat Nabi serta
pengukuhan dari Rasulullah SAW cukup untuk dijadikan sebagai dalil.
4. Selamatan & Berdo'a untuk orang mati
Ritual mendoakan orang mati sudah biasa dilakukan bahkan sudah menjadi
adat orang jawa setiap kali ada salah satu keluarga yang meninggal
mereka mengadakan selamatan dihari ke-7 atau ke-40 dari kematian
keluarganya dengan mengundang tetangga setempat dan dimintai bantuan
untuk membaca surat Yasin, Tahlil dan berdo'a untuk mayat.
Hal tersebut diatas diperbolehkan menurut Syari'at, bahkan bagian dari
amal ibadah yang pahalanya bisa sampai kepada yang meninggal. Bukankah
bacaan Al-Qur'an, Tahlil dan bersedekah, menyajikan suguhan untuk para
tamu adalah bagian dari amal Ibadah. Dalam sebuah Hadits dinyatakan :
عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه, أَنَّ
النَبِيَّ صلى عليه وسلم سُئِلَ فقال السَائِلُ يا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّا
نَتَصَدَّقُ عَنْ مَوتَانَا وَنَحُجُّ عَنهُمْ وَنَدْعُو لَهُمْ هَلْ
يَصِلُ ذَلِكَ إِلَيْهِمْ ؟ قَالَ : نَعَمْ إنَّهُ لَيَصِلُ إِلَيْهِمْ
وَإِنَّهُمْ لَيَفْرَحُونَ بِهِ كَمَا يَفْرَحُ أَحَدُكُمْ بالطَّبْقِ إذاَ
أُهْدِيَ إِلَيْهِمْ. رواه ابو حفص العكبري
Dari Anas ra. Sesungguhnya Rasulullah SAW ditanya seseorang: " wahai
Rasulullah SAW, kami bersedekah dan berhaji yang pahalanya kami
peruntukkan orang-orang kami yang telah meninggal dunia dan kami berdoa
untuk merek, apakah pahalanya sampai pada mereka ? Rasulullah SAW
menjawab : Iya, pahalanya betul-betul sampai kepada mereka dan mereka
sangat merasa gembira sebagaimana kalian gembira apabila menerima
hadiah. HR. Abu Khafs Al Akbari.
VI. Sekilas Pembaharuan Agama
Ketika keintelektualan lebih mengedepankan nafsu serta semangat yang
menggebu-gebu dengan dalih memurnikan agama tanpa disertai dengan
pemahaman agama secara benar, maka yang terjadi justru pembaharuan-
pembaharuan yang menyimpang dari ajaran yang telah dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW. pada pembahasan ini akan mengetengahkan
pembaharu-pembaharu ( Mujaddid) Islam yang telah melakukan banyak
penyimpangan dari ajaran Islam yang murni.
1. Faham Ibnu Taimiyah
Di akhir masa 600 H, muncullah seorang laki-laki yang jenius yang telah
banyak menguasai berbagai jenis disiplin ilmu, dialah Taqiyuddin ahmad
bin Abdul Hakim yang dikenal dengan nama Ibnu Taimiyah. Ia dilahirkan di
desa Heran, sebuah desa kecil di Palestina. Ia hidup sezaman dengan
Imam Nawawi salah satu ulama; terbesar madzhab Syafi'i.
Ia merupakan sosok pribadi yang memiliki karakter pemberani, yang selalu
mencurahkan segala sesuatu untuk madzhabnya, dengan keberanian yang ia
miliki, ia telah menemukan hal baru yang sangat tabu dan jauh dari
kebenaran, karena yang menjadi dasar pendiriannya ialah mengartikan
ayat-ayat dan hadits-hadits nabi Muhammad yang berkaitan dengan
sifat-sifat tuhan menurut arti lafadznya yang dlohir, yakni hanya secara
harfiyah saja, oleh sebab itu menurut Ibnu Taimiyah " Tuhan itu
memiliki muka, tangan, rusuk dan mata, duduk bersila, dating dan pergi,
tuhan adalah cahaya langit dan bumi karena katanya semua itu disebut
dalam Al Qur'an".
Kontroversi yang ia ucapkan tidak hanya terbatas pada permasalahan ilmu
kalam, melainkan juga menyinggung beberapa permasalahan ilmu fiqih :
* Bepergian dengan tujuan ziarah ke makam Nabi Muhammad SAW setelah beliau wafat hukumnya maksiat
* Talak tiga tidak terjadi ketika diucapkan dengan sekaligus ( hanya jatuh satu )
* Seorang yang bersumpah akan mencerai istrinya , lalu ia melanggar sumpahnya, maka perceraian itu tidak terjadi.
2. Faham Wahabi
Pada pertengahan kurun ke 12 muncul seorang yang bernama Muhammad bin
Abdul Wahab yang berdomisili di Najd yang termasuk kawasan Hijaz, ia
dilahirkan pada tahun 1111 H, dan meninggal pada tahun 1207 H. pada
mulanya ia memperdalam ilmu agama dari ulama'-ulama; ahli sunnah di
makkah dan madinah termasuk diantaranya adalah syaih Muhammad Sulaiman
Al Kurdi dan syaih Muhammad Hayyan Assindi, diantara guru yang pernah
mengajarkan ilmu kepadanya, jauh sebelum ia membuat pergerakan telah
berfirasat kalau disuatu hari nanti ia tergolong orang yang sesat dan
menyesatkan, itupun akhirnya menjadi kenyataan, firasat ini juga
dirasakan oleh ayah dan saudaranya ( Syeh Sulaiman ).
Muhammad bin Abdul Wahab pada masa mudanya banyak membaca buku-buku
karangan Ibnu Taimiyah dan pemuka-pemuka lain yang sesat, sehingga
ahirnya membangun faham Wahabiyah yang terpusat ditanah Hijaz sebagai
penerus tongkat estafet dari ajaran Ibnu Taimiyah, bahkan lebih extrim
dan radikal daripada Ibnu Taimiyah sendiri, sebab ia sangat mudah
memberikan label kafir kepada setiap orang yang tidak mau mengikuti
fahamnya. Langkah yang ia tempuh dalam mengembangkan fahamnya ialah
dengan memberikan tambahan- tambahan baru dari ajaran Ibnu Taimiyah yang
semula dianutnya.
* Poin-poin dasar faham wahabiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar